Berikut ini, adalah hasil wawancara Buletin Tauiyah (salah satu media cetak di Pondok Pesantren Sidogiri) dengan salah satu staf Pengajar MMU Aliyah Sidogiri, Alm. KH. Masruhin Baihaqi.
bagaimana sebetulnya hukum merayakan maulid Nabi?
Kita dianjurkan berinfak di bulan Maulid sebagaimana yang
tertera dalam literatur kitab salaf karangan Syaikh Nawawi Banten. Dan itu semua berdasarkan Hadis Nabi. Nabi juga
telah menganjurkan kita untuk mendekatkan diri dan bergaul dengan orang-orang
yang ahli taqarrub, terlebih kepada Nabi Muhammad SAW.
Lâ as’alukum ‘alaihi ajran illâl-mawaddata fil-Qurbâ. Saya kira pendapat
yang dilontarkan oleh ulama salaf itu dasarnya sudah kuat sebagaimana juga
telah dijelaskan dalam kitab I'ânatut-Thalibîn tentang maulid (insyaallah) di bab Walimah.
Ada golongan yang menyatakan bahwa merayakan maulid Nabi
itu bidah. Bagaimana menurut Kiai?
Kalau memang hal itu tanpa landasan yang kuat, tentu mereka
(ulama salaf) tidak akan berani mengamalkan, apalagi sampai menyebarkannya.
Kalau memang mau dikatakan bidah, ya bolehlah. Tapi kan tidak semua bidah itu
menyesatkan. Banyak juga bidah yang baik untuk dikerjakan, contohnya seperti
merayakan maulid ini. Lalu tentang klaim Wahabi bahwa amal kita yang semacam
itu adalah bidah itu sudah dulu. Tapi sekalipun mereka bilang bahwa Hadis yang
dijadikan landasan adalah dha’îf (lemah), namun saya masih lebih mantap kepada
ulama salaf daripada sama mereka. Kalau mau dikatakan Hadis maudhû’,
saya kira tidak benar. Soalnya, kita semua tahu bahwa menyebarkan Hadis maudhû’
itu berdosa. Tentu tidak mungkin orang allâmah seperti Syaikh Nawawi Banten, Shâhîbut-Tafsîr
an-Nawawi itu melakukan hal tersebut. Apabila golongan Wahabi masih sulit
untuk menerima hal itu, namanya juga orang tidak mau, sekalipun dijelaskan
bagaimanapun juga, ya tetap tidak akan mau.
Adakah aturan merayakan maulid Nabi yang tepat menurut
syariat?
Kalau cara-cara tertentu saya kira tidak ada. Tapi
bagaimanapun prakteknya, yang terpenting isinya tidak bersimpangan dengan
syariat. Kalau sampai tawuran, campur baur laki-laki dan perempuan, berarti itu
bukan syar’i. Jadi, semuanya harus menggunakan batasan syar’i. Kalau mau
digabungkan dengan adat istiadat, saya kira tidak masalah. Asalkan tidak
bertentangan dengan aturan syariat itu tadi.
Bagaimana cara para Sahabat dan ulama salaf merayakan
maulid Nabi?
Kalau pelaksanaan di masa para Sahabat saya kurang tahu.
Yang saya tahu adalah perayaan maulid Nabi yang pernah digelar besar-besaran
oleh raja al-Muzhaffar.
Bolehkah merayakan maulid Nabi di selain tanggal 12
Rabiul Awal?
Wajabas syukru ‘alainâ. Kita diwajibkan
berterimakasih kepada beliau kapanpun saja, tanpa ada batasan waktu. Tujuan
merayakan maulid itu adalah untuk menambah rasa cinta kita kepada Rasulullah SAW. Jadi, kapanpun kita
bisa merayakannya. Kita juga diperintah untuk membaca salawat dan salam kepada
Nabi. Anjuran bersalawat kepada Nabi itu bukan berarti Nabi butuh doa kita.
Tapi kita yang butuh kepada Nabi. Selain karena untuk beribadah dan menambah mahabbatur-Rasûl
(cinta kepada Rasul), mungkin dengan tingginya derajat Rasulullah SAW,
kita akan mendapatkan syafaatnya kelak di akhirat.
Benarkah Rasulullah SAW hadir di setiap ada acara peringatan atau perayaan maulid Nabi?
Saya juga kurang jelas. Tapi yang pasti, siapa saja yang
mengirim salawat dan salam kepada Nabi, dari manapun, pasti akan sampai kepada
Nabi dan beliau mendengarnya. Kalau dikatakan Nabi datang ke majelis kita, itu
tergantung maziah (keistimewaan) masing-masing. Itu semua tergantung terhadap
kuasa Allah SWT.
1 komentar:
Click here for komentarNo more live link in this comments field
ConversionConversion EmoticonEmoticon