awas fitnah 3 fase pemikiran Imam al-Asy'ari

awas fitnah 3 fase pemikiran Imam al-Asy'ari

Sudah saya sebutkan sebelumnya, bahwa ada sebagian klompok yang membuat fitnah tentang Imam Asy’ari, mereka berkata bahwa imam asy’ari melewati 3 fase pemikiran dalam hidupnya. Pertama ketika beliau menjadi muktazilah, kedua mengikuti aqidah sesat ibnu kullab, ketiga kembali ke aqidah ahlussunnah. Lantas, di mana letak permasalahannya, jika ending dari kedua pendapat sama-sama menjelaskan bahwa beliau akhirnya beraqidah ahlussunnah wal jamaah.

Mari kita lihat apa yang akan terjadi, jika pendapat mereka dibenarkan.

1.       Menyesatkan ibnu Kullab dari kalangan Ahlu Kalam yang sudah kita jelaskan sebelumnya bahwa beliau juga dari Ahlussunnah wal jamaah.
2.       Menarik pembaca agar berasumsi bahwa Imam Asy’ari mengikuti ahlussunnah fersi mereka yakni tajsim (menjisimkan Allah/Allah punya jisim atau tubuh).
3.       Menyesatkan sebagian besar ummat Islam seluruh dunia utamanya Indonesia, yang menurut mereka mengikuti aqidah Imam Asy’ari ketika masih menjadi pengikut ibnu Kullab.
4.       Alasan utama mereka memakai Ibanah karya terakhir Imam Asy’ari, tercatat bahwa aqidah yang beliau rumuskan sama dengan aqidah Imam Ahmad bin Hanbal.
Baca juga: asal usul aswaja

Bantahan atau Sanggahan


1.      Sejarah tentang Tiga Fase

Untuk mengetahui benar tidaknya fakta 3 fase tersebut, kita harus menelitinya lebih lanjut satu persatu. Mengenai 3 atau 2 fase dalam keyakinan ahlussunnah sendiri juga ada perbedaan pendapat namun menurut jumhur ulama hanya ada dua fase yaitu ketika beliau muktazilah, dan kembali kepada ajaran Ahlussunnah. Sedangkan 3 fase fersi Ahlussunnah tidak berbeda dari yang 2 fase, hanya dari segi pembagiannya yang berbeda yaitu

1.       Ketika beliau dalam didikan sang ayah dan as-Saji ulama Hadits,
2.       Ketika beliau muktazilah,
3.      
Ketika kembali kepada Ahlussunnah.

Seperti yang dijelaskan oleh Dr. Fauqiyah Husain Mahmud dalam disertasinya mengenai kitab al-Ibanah. Juga disebutkan bahwa ibnu Asakir mengatakan tentang 3 fase tersebut, akan tetapi, tetap tidak sama dengan fitnah yang mereka sebarkan bahwa Imam Asy’ari mengikuti ahlussunnah fersi mereka. Selain dari dua pendapat tersebut, semua ulama Ahlussunnah sepakat akan Dua fase pemikiran Imam Asy’ari.

Ketika kami coba teliti lebih jauh dalam buku atu kitab-kitab sejarah, tidak satupun sejarawan yang mengatakan bahwa Imam Asyari melewati 3 fase. Dengan kata lain, mereka tidak punya argumen yang kuat untuk menopang pendapat mereka. dalam sebuah artikel yang mereka buat, mereka menyelipkan data bahwa

 “Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah menyebutkan tiga marhalah kehidupan Abul Hasan tersebut sebagai berikut. Marhalah i’tizal: Beliau memeluk pemahaman Mu’tazilah selama empat puluh tahun, kemudian rujuk dan menyatakan sesatnya Mu’tazilah. Marhalah antara Mu’tazilah tulen dan Ahlus Sunnah yang murni, beliau mengikuti jalan Abu Muhammad Abdullah bin Said bin Kullab. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menjelaskan, “Asy’ari (al-Imam Abul Hasan) dan semisalnya adalah sekelompok orang yang berada di antara salaf dan Jahmiyah. Mereka mengambil dari salaf pendapat yang benar dan mengambil dari Jahmiyah prinsip-prinsip yang mereka sangka benar padahal rusak.” Marhalah berpegang dengan mazhab Ahlus Sunnah wal Hadits, mengikuti al-Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah, sebagaimana beliau jelaskan dalam kitabnya al-Ibanah fi Ushulid Diyanah. (Lihat al-Qawa’idul Mutsla karya asy-Syaikh Ibnu Utsaimin)

Akan tetapi, data yang mereka suguhkan tidak bisa menjadi penguat dari pendapat yang mereka kemukakan. Sebab, kita tahu bahwa Syaikh Utsaimin sendiri masa hidupnya 1925-2001, beliau termasuk ulama mutaakhirin yang sangat jauh masa hidupnya dengan Imam Asy’ari, sedangkan Ulama-ulama Ahliu sejarah seperti Ibnu Khollikan (608-681) H, al-Khatib al-Baghdadi (392-463) H, adz-Dzahabi (673-748) H, dan Ibnu Asakir (499-571) H sama sekali tidak pernah meriwayatkan bahwa Imam Asy’ari bertaubat dari paham Kullabiyah dan kembali pada Ahlussunnah. jadi, pendapat Syaikh Usaimin tentang Imam Asy’ari perlu dipertanyakan kembali.

Al-Imam Abu Bakr bin Furak berkata:
“Syaikh Abu al-Hassan Ali bin Ismail al-Asy`ari radiyallahu`anhu berpindah daripada mazhab Muktazilah kepada mazhab Ahl al-Sunnah Wa al-Jama`ah dan membelanya dengan hujjah-hujjah rasional dan menulis karangan-karangan dalam hal tersebut…” (Tabyin Kidzb al-Muftari, al-Hafiz Ibn Asakir)
Sejarawan terkemuka, al-Imam Syamsuddin Ibn Khallikan berkata: “Abu al-Hassan al-Asy`ari adalah perintis pokok-pokok akidah dan berupaya membela mazhab Ahl al-Sunnah. Pada mulanya Abu al-Hassan adalah seorang Muktazilah, kemudian beliau bertaubat dari pandangan tentang keadilan Tuhan dan kemakhlukan al-Quran di masjid Jami` Kota Basrah pada hari Jum’at”. (Wafayat al-A’yan, al-Imam Ibn Khallikan)
Sejarawan al-Hafiz al-Dzahabi berkata: “Kami mendapat informasi bahawa Abu al-Hassan al-Asy`ari bertaubat dari faham Muktazilah dan naik ke mimbar di Masjid Jami’ Kota Basrah dengan berkata, “Dulu aku berpendapat bahwa al-Quran itu makhluk dan Sekarang aku bertaubat dan bertujuan membantah terhadap faham Muktazilah”. (Siyar A`lam al-Nubala, al-Hafidz al-Dzahabi)
Sejarawan terkemuka, Ibn Khaldun berkata: “Hingga akhirnya tampil Syaikh Abu al-Hassan al-Asy`ari dan berdebat dengan sebagian tokoh Muktazilah tentang masalah-masalah shalah dan aslah, lalu dia membantah metodologi mereka (Muktazilah) dan mengikut pendapat Abdullah bin Said bin Kullab, Abu al-Abbas al-Qalanisi dan al-Harits al-Muhasibi dari kalangan pengikut Salaf dan Ahl al-Sunnah”.
Fakta yang dikemukakan oleh Ibn Khaldun tersebut menyimpulkan bahwa setelah al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari keluar daripada faham Muktazilah, beliau mengikuti mazhab Abdullah bin Sa`id bin Kullab, al-Qalanisi dan al-Muhasibi yang merupakan pengikut ulama’ Salaf  dan Ahl al-Sunnah Wa al-Jama`ah.
2.       Ibnu Kullab
Tentang Ibnu Kullab sendiri sudah kita bahas sebelumnya bahwa beliau adalah Ahli Kalam dari Ahlussunnah wal Jamaah, mungkin kami berikan sedikit komentar Sejarawan terkait dengan seperti apa beliau.
Al-Hafiz Ibn Asakir al-Dimasyqi berkata: “Aku pernah membaca tulisan Ali ibn Baqa’ al-Warraq, ahli hadits dari Mesir, berupa risalah yang ditulis oleh Abu Muhammad Abdullah ibn Abi Zaid al-Qairawani, seorang ahli fiqih mazhab al-Maliki. Dia adalah seorang tokoh terkemuka mazhab al-Imam Malik di Maghrib (Maroko) pada zamannya. Risalah itu ditujukan kepada Ali ibn Ahmad ibn Ismail al-Baghdadi al-Muktazili sebagai jawaban terhadap risalah yang ditulisnya kepada kalangan pengikut mazhab Maliki di Qairawan kerana telah memasukkan pandangan-pandangan Muktazilah. Risalah tersebut sangat panjang sekali, dan sebagian jawaban yang ditulis oleh Ibn Abi Zaid kepada ‘Ali bin Ahmad adalah sebagai berikut: Engkau telah menisbahkan Ibn Kullab kepada bid`ah, padahal engkau tidak pernah menceritakan satu pendapatpun dari Ibn Kullab yang membuktikan dia memang layak disebut ahli bid`ah. Dan kami sama sekali tidak mengetahui adanya orang (ulama’) yang menisbatkan Ibn Kullab kepada bid`ah. Justru fakta yang kami terima, Ibn Kullab adalah pengikut sunnah (ahl al-Sunnah) yang melakukan bantahan terhadap Jahmiyyah dan pengikut ahli bid`ah lainnya, dia adalah ‘Abdullah ibn Sa’id ibn Kullab (al-Qaththan, wafat 240H)”. (Tabyin Kidzb al-Muftari oleh al-Hafiz Ibn Asakir)

3.       Kitab Ibanah
Mungkin sudah banyak beredar kabar bahwa Ibanah yang sekarang sudah penuh dengan Distorsi atau tahrif, dari ke empat salinan Manuskrip Ibanah Hanya satu yang paling bisa dipertang gungjawabkan secara Ilmiyah yaitu kitab Ibanah yang sudah di tahqiq oleh Dr. Fauqiyah Husain Mahmud, sebab ke empat salinan tersebut tumpang tindih, yang satu dengan yang lain sain bertentangan, disebabkan tangan-tangan kotor yang tidak bertanggung jawab, mereka ingin memalsukan Ibanah, dan menyesatkan aqidah orang awam. Untuk bahan disertasinya Dr. Fauqiyah membandingkan antara empat manuskrip yang tersebar di empat tempat yaitu: satu salinan berada di Iskandariyah (Alexandria), yang kedua terdapat di perpus al-Azhar, yang ketiga berada di perpus Revan Kusyik, yang ke empat berada di Darul Kotb Mesir. Meskipun begitu, ulama masih mewanti-wanti agar berhati-hati dalam membaca Ibanah.
4.       Klaim mereka terhadap Imam Asy’ari
Dalam kitab al-Ibanah  an ushul ad-Diyanah disebutkan bahwa beliau menulis Ibanah atas aqidah yang diriwayatkan Rasulullah, Shahabat, Tabi’in, dan juga apa yang telah dikatakan oleh Imam Ahmad bin Hanbal. Apakah sedemikian? Apa benar Imam Asy’ari mengikuti manhaj salaf fersi mereka (tajsim)?
Dr. Fauqiyah menyuguhkan sedikit fakta tentang asal Imam Asy’ari menulis karya terakhirnya yakni al-Ibanah, bahwa suatu ketika Imam Asy’ari pergi ke baghdad menemui al-Barbahari salah seorang pemuka Hanabilah, kemudian terjadi Jidal(perdebatan) antara keduanya dan berakhir dengan Khushumah(pertikayan).  Kemudian setelah itu imam Asy’ari pulang dan mengarang Ibanah an Ushuliddiyanah dan didalamnya beliau menulis:
قولنا الذي نقول به وديانتنا التي ندين بها التمسك بكتاب الله ربنا عز وجل وبسنة نبينا محمد صلى الله عليه وسلم وما روى عن السادة الصحابة والتابعين وأئمة الحديث ونحن بذلك معتصمون وبما كان يقول به أبو عبد الله أحمد بن محمد بن حنبل
Perkataan yang kita ucapkan, dan agama yang kita pegang adalah berpegangan kepada Kitabullah, dan sunnah nabi Muhammad SAW, juga yang diriwayatkan dari para Shahabat, Tabi’in, dan para Imam ahli Hadits, dengannya kita berpegang teguh, dan dengan apa yang dikatakan oleh Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal.
Setelah melihat fakta tersebut, saya melihat ada sesuatu yang janggal, yaitu Imam Asy’ari mengarang kitab al-Ibanah setelah berdebat dengan salah satu pemuka kaum Hanabilah.
Baca juga: Profil singkat Imam Asy'ari

Diceritakan dalam kitab Thabaqat al-Hanabilah
قرأت على علي القرشي عن الحسن الأهوازي قال: سمعت أبا عبد الله الحمراني يقول: لما دخل الأشعري إلى بغداد جاء إلى البربهاري فجعل يقول: رددت عل الجبائي وعلى أبي هاشم ونقضت عليهم وعلى اليهود والنصارى والمجوس وقلت لهم وقالوا وأكثر الكلام في ذلك فلما سكت قال البربهاري: ما أدري مما قلت قليلاً ولا كثيراً ولا نعرف إلا ما قاله أبو عبد الله أحمد بن حنبل قال: فخرج من عنده وصنف كتاب " الإبانة " فلم يقبله منه ولم يظهر ببغداد إلى أن خرج منها .
Saya membaca kepada Ali al-Qurashi al-Hasan al Ahwaz mengatakan: Aku mendengar Abu Abdullah Hamrani mengatakan ketika Asy'ari datang ke Baghdad menemui al-Barbharri dia (al-Asy’ari) berkata: saya menolak al-Juba’i dan Abu Hashim dan juga orang-orang yahudi, nashara, dan majus dan saya memperbanyak berdebat kalam dengan mereka,setelah itu al-Barbahari berkata: “saya tidak tahu terhadap apa yang kamu katakan,sedikit ataupun banyak, dan saya tidak tahu kecuali apa yang dikatakan oleh Imam Ahmad bin Hanbal, perawi berkata: “kemudian Asy’ari pulang dan mengarang al-Ibanah akan tetapi al-Barbahari menolak kitab tersebut (untuk dinisbatkan kepada Imam Ahmad),kemudian Imam Asy’ari tiidak muncul lagi di baghdad sampai beliau wafat.

Jadi, kronologinya, Imam Asy’ari pergi ke al-Barbaharià berdebatà mengarang Ibanahà ditolak al-Barbahari. Lantas, kenapa mereka masih ngotot dan berkata bahwa Imam Asy’ari ikut manhajnya Imam Ahmad bin Hanbal, sedangkan beliau ditolak oleh pemuka hanabilah sendiri.

Bisa saja manhaj al-Barbahari yang tidak sama dengan Imam Ahmad bin Hanbal, sehingga sesudah berdebat dengannya Imam Asy’ari melihat suatu kerancuan, dan mengarang al-Ibanah untuk meluruskan sekaligus memberi tahu bahwa manhaj Imam Ahmad sendiri tidak sama dengan yang dibawa al-Barbahari (Hanabilah saat itu). Dan tidak sedikit juga, ulama Hanabilah yang ikut manhaj al-Asy’ari setelah terbukti ampuh untuk menghentikan Muktazilah dan sekte-sekte yang lain.

Jadi, sudah jelas tak ada celah untuk mereka untuk memalsukan sejarah al-Asy’ari. Mungkin, setelah ini mereka akan mencari cara lain untuk memfitnah ulama-ulama kita (ahlussunnah), akan tetapi seperti yang sudah-sudah dalil mereka tidak bisa menguatkan fitnah mereka.

mungkin hanya ini yang bisa saya begikan tentang fitnah 3 fase imam al-Asy'ari, semoga bermanfaat bagi para pembaca, terutama bagi penulis sendiri.


                                                                                                    Mustofa Al-Hasany










Previous
Next Post »

3 komentar

Click here for komentar
fakir ilmu
admin
23 Maret 2021 pukul 20.23 ×

Agak rancu kesimpulannya, bukankah paragraf ke-3 dari yang terakhir justru menjelaskan bahwa Imam-Al-Asyari memang benar akhirnya mengikuti Imam Ahmad, dengan kata lain yang mengaku mengkuti Imam-Al-Asyari harusnya ikut mazhab Imam Ahmad

Reply
avatar
Anonim
admin
16 Maret 2022 pukul 13.21 ×

@fakir ilmu
Justru kesimpulan kamu yg rancu. Coba dibaca pelan-pelan lagi..

Reply
avatar
30 Mei 2022 pukul 11.48 ×

Kok Bisa Imam Al-Barbahari Yang ga sama dengan Imam ahmad sih , Wong Imam Barbahari Guru Gurunya Muridnya Imam Ahmad termasuk Anak Imam Ahmad sendiri

Reply
avatar