Ahlussunnah sebelum Asya’irah dan Maturidziyah
Sebelum munculnya dua Imam besar
Ahlussunnah yaitu Asy’ari dan Maturidzi, ummat Islam bisa dikelompokkan menjadi
dua bagian:
1.
Al-Mutsbitun
Al-Mutsbitun adalah kelompok yang menetapkan
Sifat-sifat yang ditetapkan Allah dalam al-qur’an, semisal Allah punya sifat Sama’
(mendengar), dan Bashar (Melihat). Dalam al-qur’an dijelaskan
ليس كمثله شيء وهو السميع البصير
“Tak ada suatu apapun yang menyamainya, dialah dzat yang maha
mendengar dan maha melihat”
Diantara
al-Mutsbitun ini iyalah Ahlu hadits, Ahlu kalam, dan Musyabbihah.
2.
Al-Mu’attilun
Selanjutnya
al-Mu’attilun artinya adalan mengosongkan yakni mereka mengosongkan atau
mentiadakan sifat-sifta Allah yang sudah jelas dalam nash baik al-Qur’an dan
al-Hadits.mereka adalah kelompok Mu’tazilah, Jahmiyah dan Hasyawiyah.
Saat itu yang
mewakili Ahlussunnah adalah Ahlu Hadits dan Ahlu Kalam, meski berbeda dalam
penamaan namun keduanya sama dalam pemikiran, keduanya hanya berbeda dalam
menyampaikan rasalah Rasul. Ahlu Hadis selaku pembawa dan penyeru untuk
mempelajari Hadits-hadits Nabawiyah, sedangkan Ahlu Kalam berjuang untuk
mempertahankan Aqidah dengan membantah dan mendebat kelompok lain.
baca juga: Asal Usul ASWAJA atau Ahlussunnah wal Jamaah
Sebagian dari
Ulama Ahlu Kalam adalah Imam Malik bin Anas (pendiri madzhab Maliki), dan Imam
Ahmad bin Hanbal (pendiri madzhab Hanbali, keduanya enggan menyelami Ilmu Klam
karna Khawatir orang-orang Awam juga akan menyukai Ilmu Kalam dan tersesat
seperti Muktazilah. Dalam sebuah riwayat Imam Malik ditanya tentang Istiwa’nya
Allah, beliau menjawab
الإستواء معلوم والكيف مجهول والسؤال عنه بدعة
“Istiwa’ sudah diketahui, tentang bagaimana istiwa’nya Allah
tidak diketahui, dan bertnya tentang itu adalah bid’ah”.
Sedangkan dari
Ahli kalam adalah al-Muhasiby, al-qolanisy, dan al-Karobisy. Mereka adalah para
ulama’ ahli hadits yang juga mendalami Ilmu Kalam untuk mengcounter kelompok
lain diluar Ahlussunnah, dan perlu diulangi kembali bahwa kedua-duanya adalah
dari kelompok Ahlussunnah wal Jamaah.
Namun, akhir-akhir
ini ada sebagian kelompok yang mengaku sabagian pengikut Ahli hadits dan mendiskreditkan
Ahli kalam mereka berdalih dengan apa yang ditulis oleh Ibnu Abdi al-Bar dalam
al-Intiqa’ bahwasanya Imam Ahmad bin
Hanbal mencela orang-orang yang terlibat dalam Ilmu kalam bahkan beliau
mengatakan mereka berlaku bid’ah. Padahal tidak sedemikian, karena Imam Ahmad
sendiri adalah teman seperjuangan dengan al-Muhasiby dan yang lain, namun
terdapat sedikit perbedaan antara beliau dan ahli kalam.
Misalnya, dalam masalah
al-Qur’an itu makhluk menurut Muktazilah. Ulama Ahli kalam berkata, suara yang
kita ucapkan saat membaca al-qur’an adalah makhluk, sedangkan al-Qur’an yang berarti
Kalamullah itu bukan makhluk. Sedangkan pendapat Imam Ahmad bahwa al-qur’an
bukan makhluk secara mutlak, tanpa dibagi.
Juga dijelaskan
oleh Imam adz-Dzahabi dalam kitab Siyaru a’lami an-Nubala’ bahwa yang
dimaksud bid’ah oleh Imam Ahmad tersebut bukan Bid’ah secara Aqidah, akan tetapi
cara untuk menanggapi fitnah yang ditebarkan Muktazilah seperti itu tidak
pernah dicontohkan oleh Ulama sebelumnya. Diluar itu kedua kelompok tersebut
(Ahlu Hadits dan Ahlu Kalam) masih tetap dalam koridor Ahlussunnah wal Jamaah.
baca juga: profil singkat Imam al-Asy’ari
Sampai munculnya
Imam Asy’ari, yang merumuskan Aqidah Ahlussunnah yaitu apa yang dibawa oleh ahlul Kalam dan Ahlul Hadits dengan diperkuat dalil Aql, dapat
menghentikan laju perkembangan Muktazilah. Jadi, bisa disimpulakan bahwa Imam Asy’ari
tidak membuat sekte/Aqidah baru namun beliau hanya meneruskan apa yang telah
dibawa oleh Rasulullah, Shahabat, dan penerusnya.
Mungkin sekian
artikel tentang Ahlussunnah sebelum Asya’irah dan Maturidziyah ini, semoga bisa
bermanfaat bagi para pembaca terutama kepada penulis sendiri.
Mustofa
Al-Hasany
ConversionConversion EmoticonEmoticon